Rabu, 30 Mei 2012

Praktikum pengecatan kuman

PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
"PENGECATAN KUMAN"


PENDAHULUAN


A. Tujuan Praktikum

1. Mengetahui bagaimana prosedur pengecatan bakteri dan jamur
2. Mengetahui alat dan bahan yang digunakan untuk pengecatan bakteri dan jamur
3. Mengetahui bentuk bakteri dan jamur melalui cara pengecatan.


B. Manfaat praktikum 

1. Mahasiswa mampu membedakan hasil pengecatan bakteri dan jamur
2. Mahasiswa mampu mengamati bentuk bakteri dan jamur setelah melalui pengecatan
3. Mahasiswa dapat mengetahui alat dan bahan yang diperlukan untuk pengecatan



DASAR TEORI

Tidak semua spesimen dapat terlihat jelas di bawah mikroskop. Seringkali spesimen bercampur dengan objek lain pada latar belakang karena mereka menyerap dan memantulkan panjang gelombang cahaya yang hampir sama. Kita dapat memperjelas bentuk dan rupa dari spesimen dengan menggunakan pewarnaan. Pewarnaan digunakan untuk membedakan spesimen dari latar belakang. Pewarnaan menggunakan bahan kimia melekat pada struktur mikroorganisme sehingga memberikan efek warna kepada mikroorganisme agar mudah dilihat di bawah mikroskop. Pewarnaan pada mikrobiologi terdapat dua jenis, yaitu asam dan basa. Kebanyakan jamur dan bakteri dapat diamati dengan mikroskop di dalam setetes kecil air di bawah kaca penutup. (Syahrurachman, 1994)

Mikroba sulit dilihat dengan cahaya karena tidak mengadsorbsi atau membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk mewarnai mikroorganisme. Zat warna mengadsorbsi dan membiaskan cahaya sehingga kontras mikroba dengan sekelilingnya dapat ditingkatkan. Penggunaan zat warna memungkinkan pengamatan strukur seperti spora, flagela, dan bahan inklusi yang mengandung zat pati dan granula fosfat. (Entjang, 2003)

Bakteri adalah mikroorganisme yang sangat penting karena pengaruhnya yang membahayakan maupun yang menguntungkan. Bakteri tersebar luas di lingkungan (di udara, air, dan tanah, dalam usus binatang, pada lapisan yang lembab, pada mulut, hidung atau tenggorokan, pada permukaan tubuh atau tumbuhan). Beberapa bakteri bersifat ’’motil’’ artinya dapat melakukan pergerakan. Bakteri ini memiliki struktur yang menyerupai benang panjang yang disebut flagella yang tumbuh dalam membran sel. Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu nutrien, temperatur, O2, CO2, cahaya, dan pH. (Wijayanti, 2009)

Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya, yaitu mengetahui reaksi dinding sel bakteri melalui serangkaian pengecatan. (Waluyo, 2004)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Suatu preparat yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian dicuci dengan asam encer maka semua zat warna terhapus. Sebaliknya terdapat juga preparat yang tahan terhadap asam encer. (Dwidjoseputro, 1994)

Teknik pewarnaan pada bakteri dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu pengecatan sederhana, pengecatan negatif, pengecatan diferensial dan pengecatan struktural. Pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis atau olesan yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana. Prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba disebut teknik pewarnaan diferensial. Sedangkan pengecatan struktural hanya mewarnai satu bagian dari sel sehingga dapat membedakan bagian-bagian dari sel. Termasuk dalam pengecatan ini adalah pengecatan endospora, flagella dan pengecatan kapsul. (Waluyo, 2010)

Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, kerena selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Oleh karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi. (Entjang, 2003)

Jamur atau fungi termasuk dalam phylum Thallophyta. Sebagian besar hidup sebagai saprophylis dan sebagian kecil sebagai parasit pada tumbuhan, hewan, dan manusia. Di laboratorium, jamur pathogen ditanam pada perbenihan Gabouravel glukosa dari agar. (Entjang, 2003)

Jamur (fungi) adalah organisme eukariotik, tidak berklorofil dan dinding selnya mengandung kitin. Jamur dapat hidup secara saprofit, parasit atau bersimbiosis. Dalam klasifikasi, jamur dikelompokkan dalam Kingdom tersendiri yaitu Kingdom Fungi. Hal ini disebabkan jamur tidak dapat dikelompokkan ke dalam dunia hewan maupun tumbuhan. Jamur tergolong pengurai karena kemampuannya menguraikan bahan organik. (Syamsuri, 2000)

Asam laktat dapat digunakan sebagai medium penempel (mounting) untuk jamur. Seringkali perlu mewarnai jamur yang memiliki struktur hialin. Dua pewarna penting untuk jamur yang berstruktur hialin ialah biru katun (cotton blue) dan lakto-fuksin (lacto fuchsin). (Fardiaz, 1987)

Fungi adalah bagian panjang, terdapat susunan filamen longgar yang disebut hifa (hyphae). Hifa dipisahkan oleh dinding sel yang disebut septa. Pada kebanyakan jamur, hifa dipisahkan menjadi satu unit sel yang disebut septate hyphae. Pada beberapa fungi, hifa tidak mempunyai septa dan terlihat seperti sel panjang multinukleus yang disebut coenocytic hyphae. Sitoplasma bergerak melalui hifa menembus pori-pori pada septa. Di bawah kondisi lingkungan yang baik, hifa tumbuh membentuk massa filamen yang disebut miselium. (Fardiaz, 1987)


Petunjuk-petunjuk yang khusus untuk pewarnaan secara umum yaitu :

1. Bakteri haruslah diambil dari suatu piaraan yang masih muda, kira-kira umur 24 jam. Ini adalah usia yang baik untuk memperlihatkan bentuk morfologinya. Jika orang ingin melihat bakteri yang sudah membentuk spora, maka perlulah diambil bakteri yang sudah lebih tua, yaitu dari suatu piaraan yang berumur 2 sampai 3 kali 24 jam.

2. Bakteri diratakan di atas kaca benda yang bersih benar, seluas kira-kira 1 cm2. Jika tidak diratakan tipis-tipis, maka bakteri akan bertimbun-timbun sehingga pemeriksaan bentuknya satu per satu tidak akan jelas.

3. Jika sudah kering, sediaan perlu dilewatkan nyala api perlahan-lahan supaya bakteri itu benar-benar melekat pada kaca benda, dan dengan demikian tidak akan terhapus apabila sediaan dicuci. Jagalah jangan sampai bidang yang mengandung bakteri itu terkena nyala api.

4. Zat warna diteteskan pada bidang yang mengandung bakteri. Juga mungkin seluruh kaca benda tersebut direndam miring di dalam zat warna, hal ini bergantung sifat khusus pewarnaan, dan kadang-kadang juga bergantung kepada banyak-sedikitnya kaca benda (preparat) yang harus dibuat. Zat warna diberi waktu beberapa lama supaya diresap oleh bakteri yang sudah kering itu. Waktu itu pun bergantung dari sifat khas zat warna yang digunakan.

5. Kemudian sediaan dicuci dengan alkohol atau asam encer guna menghilangkan zat warna yang berkelebihan. Alkohol yang digunakan untuk mencuci itu dapat berupa larutan 15% sampai 95%, kadang-kadang diperlukan juga alkohol 100%. Caranya mencuci itu cukup dengan mencelupkan sediaan ke dalam alkohol atau ke dalam asam encer dengan tidak usah disinggung-singgung ataupun digesek-gesek. Ada pula zat warna yang cukup dicuci dengan air murni ataupun air biasa dari kran.

6. Sediaan ditunggu keringnya, jangan dipanasi. Jika sudah kering, sediaan dapat diperiksa dengan mikroskop, kalau perlu dengan menggunakan minyak cedar (minyak imersi atau minyak celup). Jika dikehendaki, sediaan dapat ditutup dengan kaca penutup sebelum ditempatkan di atas piringan mikroskop. Sediaan yang diinginkan untuk disimpan lama perlu perlakuan sebagai berikut. Permukaan yang mengandung bakteri ditetesi balsem Kanada, kemudian ditutup dengan kaca penutup yang bersih. Sebelum kering betul, sediaan tidak boleh diletakkan miring. Sesudah balsem Kanada kering betul, barulah sediaan dapat dimasukkan kotak penyimpan sediaan, dalam posisi miring. Selanjutnya preparat disimpan di dalam gelap lagi pula sejuk, agar supaya zat warna tidak lekas luntur. Hal-hal tersebut di atas dibentangkan lebih mendalam di dalam praktikum. (Dwidjoseputro, 1990)



A. Pengecatan Gram

            Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni gram-positif dan gram-negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara Pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae. (Pelczar dan Chan, 2008)

            Pengecatan gram adalah proses pewarnaan bakteri dengan gram, yaitu gram A, gram B, gram C dan gram D. Gram A mengandung larutan kirstal violet yang berfungsi untuk memberikan warna dasar, yaitu warna ungu kebiruan atau biru keunguan pada bakteri. Gram B mengandung larutan iodium-kalium iodida yang berfungsi untuk menguatkan afinitas cat terhadap sel bakteri (mordant). Gram C mengandung larutan alkohol-asam yang bersifat nonpolar. Gram D mengandung larutan safranin yang berwarna merah. (Kusnindar, 1990)

            Prinsip dasar dari pewarnaan ini adalah adanya ikatan ion antara komponen selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarna. Berdasarkan adanya muatan ini, maka dapat dibedakan pewarna asam dan pewarna basa. Teknik pewarnaan gram tersebut dapat menghasilkan warna merah dan ungu, bakteri gram negatif ditandai dengan pewarnaan merah sedangkan yang positif berwarna ungu. (Kusnindar, 1990)

            Pewarnaan ini bertujuan untuk memberikan warna pada bakteri yang akhirnya dapat diidentifikasi dengan mudah. Selain itu, ada endospora yang bisa diwarnai. Endospora adalah organisme yang dibentuk dalam kondisi yang stress karena kurang nutrisi, yang memiliki kemungkinan untuk tetap berlanjut di lingkungan sampai kondisi menjadi baik. (Pelczar dan Chan, 2008)

            Bakteri gram positif memiliki dinding sel berupa peptidoglikan, yaitu polisakarida yang disusun oleh N-asetil murein (NAM) dan N-asetil glutamat (NAG). Sementara bakteri gram negatif memiliki membran luar yang disusun oleh berbagai macam polimer salah satunya adalah lipoprotein. Pada pengecatan gram oleh gram A, bakteri gram positif dan bakteri gram negatif menyerap warna ungu kebiruan dari kristal violet. Dilanjutkan pengecatan gram B yang menguatkan afinitas cat terhadap sel bakteri, lalu pengecatan gram C. (Arifin, 1990)

            Pada bakteri gram positif tidak terdapat pengaruh pengeceaan gram C sehingga warnanya tetap ungu kebiruan, karena peptidoglikan bersifat polar sementara gram C (Alkohol-asam) bersifat nonpolar. Pada bakteri gram negatif, membran luar (lipoprotein) bersifat nonpolar. Saat bertemu dengan gram C, akan larut berdasarkan prinsip like dissolved like. Prinsip ini menunjukkan bahwa zat yang memiliki kelarutan sama akan saling melarutkan. Karena hal tersebut, maka membran luar pada bakteri gram negatif hilang sehingga hanya menyisakan peptidoglikan yang tipis dan warna kristal violet (ungu kebiruan) hilang. (Tjandra, 1994)

            Pengecatan terakhir, dengan gram D, larutan safranin yang berwarna merah. Pada bakteri gram positif tidak terjadi perubahan warna karena peptidoglikan sudah dijenuhi oleh warna kristal violet (gram A). Sedangkan pada bakteri gram negatif menyerap semua warna safranin sehingga hasil akhir bakteri gram negatif berwarna merah. Oleh karena itu, bakteri gram positif setelah pengecatan gram berwarna ungu kebiruan atau biru keunguan, dan bakteri gram negatif berwarna merah. (Arifin, 1990)

            Dengan metode pewarnaan Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif berdasarkan reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut. Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya. Oleh karena itu, pengecatan Gram tidak bisa dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp. Contoh bakteri yang tergolong bakteri tahan asam, yaitu dari genus Mycobacterium dan beberapa spesies tertentu dari genus Nocardia. (Kusnadi, 2003)

            Bakteri-bakteri dari kedua genus ini diketahui memiliki sejumlah besar zat lipodial (berlemak) di dalam dinding selnya sehingga menyebabkan dinding sel tersebut relatif tidak permeabel terhadap zat-zat warna yang umum sehingga sel bakteri tersebut tidak terwarnai oleh metode pewarnaan biasa, seperti pewarnaan sederhana atau Gram. (Kusnadi, 2003)

            Dalam pewarnaan gram diperlukan empat reagen yaitu :
Zat warna utama (violet kristal).
Mordan (larutan Iodin) yaitu senyawa yang digunakan untuk mengintensifkan warna utama.
Pencuci / peluntur zat warna (alkohol / aseton) yaitu solven organic yang digunakan untuk melunturkan zat warna utama.
Zat warna kedua / cat penutup (safranin) digunakan untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan cat utama setelah perlakuan dengan alkohol. (Subandi, 2009)


Bakteri Gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan zat warna metil ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram-negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram-negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka. (Subandi, 2009)


Pengecatan gram dilakukan dalam 4 tahap, yaitu :

1. Pemberian cat warna utama (cairan kristal violet) berwarna ungu.

2. Pengintesifan cat utama dengan penambahan larutan mordan JKJ.

3. Pencucian (dekolarisasi) dengan larutan alkohol asam.

4. Pemberian cat lawan yaitu cat warna safranin. (Volk, 1998)

            Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel dan membran sitoplasma organisme gram positif, sedangkan penyingkiran zat lipida dari dinding sel organisme gram negatif dengan pencucian alkohol memungkinkan hilang dari sel. Bakteri gram positif memiliki membran tunggal yang dilapisi peptidoglikan yang tebal (25-50 nm) sedangkan bakteri negatif lapisan peptidoglikannya tipis (1-3 nm). (Volk, 1998)

            Berdasarkan sifat terhadap cat Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Terdapat dua teori yang dapat menjelaskan dasar perbedaan ini yaitu :


1. Teori Salton
            Teori ini berdasarkan kadar lipid yang tinggi (20 %) di dalam dinding sel bakteri Gram negatif. Zat lipid ini akan larut selama pencucian dengan alkohol. Pori-pori pada dinding sel membesar, sehingga zat warna yang sudah diserap mudah dilepaskan dan bakteri menjadi tidak berwarna.
            Bakteri Gram positif mengalami denaturasi protein pada dinding selnya akibat pencucian dengan alkohol. Protein menjadi keras dan beku, pori-pori mengecil sehingga kompleks kristal yodium yang berwarna ungu dipertahankan dan bakteri akan tetap berwarna ungu.

2. Teori permeabilitas dinding sel
            Teori ini berdasarkan tebal tipisnya lapisan peptidoglikan dalam dinding sel. Bakteri Gram positif mempunyai susunan dinding yang kompak dengan lapisan peptidoglikan yang terdiri dari 30 lapisan. Permeabilitas dinding sel kurang dan kompleks kristal yodium tidak dapat keluar. (Volk, 1998)
            Bakteri Gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan yang tipis, hanya 1 – 2 lapisan dan susunan dinding selnya tidak kompak. Permeabilitas dinding sel lebih besar sehingga masih memungkinkan terlepasnya kompleks kristal yodium. Sifat bakteri terhadap pewarnaan Gram merupakan sifat penting untuk membantu determinasi suatu bakteri. (Pelczar dan Chan, 1988)
            Beberapa perbedaan sifat yang dapat dijumpai antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif, yaitu:

Ciri-ciri bakteri gram negatif ,yaitu:
Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10 – 15 mm, berlapis tiga atau multilayer.
Dinding selnya mengandung lemak lebih banyak (11-22%), peptidoglikan terdapat di dalam.
Lapisan kaku, sebelah dalam dengan jumlah sedikit ± 10% dari berat kering, tidak mengandung asam tekoat.
Kurang rentan terhadap senyawa penisilin.
Pertumbuhannya tidak begitu dihambat oleh zat warna dasar, misalnya kristal violet.
Komposisi nutrisi yang dibutuhkan relatif sederhana.
Tidak resisten terhadap gangguan fisik.
Resistensi terhadap alkali (1% KOH) lebih pekat.
Peka terhadap streptomisin.
Toksin yang dibentuk Endotoksin.


Ciri-ciri bakteri gram positif, yaitu:
Struktur dinding selnya tebal, sekitar 15-80 nm, berlapis tunggal atau monolayer.
Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal (1-4%), peptidoglikan ada yang sebagai lapisan tunggal. Komponen utama merupakan lebih dari 50% berat ringan. Mengandung asam tekoat.
Bersifat lebih rentan terhadap penisilin.
Pertumbuhan dihambat secara nyata oleh zat-zat warna seperti ungu kristal.
Komposisi nutrisi yang dibutuhkan lebih rumit.
Lebih resisten terhadap gangguan fisik.
Resistensi terhadap alkali (1% KOH) larut.
Tidak peka terhadap streptomisin.
Toksin yang dibentuk Eksotoksin. (Pelczar dan Chan, 1988)


B. Pengecatan Zuhl Neelsen

Pewarnaan ini ditujukan terhadap bakteri yang mengandung lemak dalam konsentrasi tinggi sehingga sukar menyerap zat warna, namun jika bakteri diberi zat warna khusus misalnya karbol fukhsin melalui proses pemanasan, maka akan menyerap zat warna dan akan tahan diikat tanpa mampu dilunturkan oleh peluntur yang kuat sekalipun seperti asam-alkohol. Karena itu bakteri ini disebut bakteri tahan asam (BTA). (Depkes RI, 1997)

Teknik pewarnaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosa keberadaan bakteri penyebab tuberkulosis, yaitu Mycobacterium tuberculosis. Ada beberapa cara pewarnaan tahan asam, namun yang paling banyak adalah cara menurut Zuhl Neelsen. (Depkes RI, 2001)

Pewarnaan Zuhl Neelsen atau pewarnaan tahan asam memilahkan kelompok Mycobacterium dan Nocandia dengan bakteri lainnya. Kelompok bakteri ini disebut bakteri tahan asam karena dapat mempertahankan zat warna pertama (carbol fuchsin) sewaktu dicuci dengan larutan pemucat (alkohol asam). Larutan asam terlihat berwarna merah, sebaliknya pada bakteri yang tidak tahan asam karena larutan pemucat (alkohol asam) akan melakukan reaksi dengan carbol fuchsin dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak berwarna. (Lay, 1994) Uji bakteri tahan asam (BTA) pada praktikum kali ini menggunakan prosedur pewarnaan Zuhl Neelsen yaitu dengan memberi larutan pewarna carbol fuchsin, alkohol asam, dan methylen blue. Tujuan pemberian carbol fuchsin 0,3% adalah untuk mewarnai seluruh sel bakteri. Tujuan pemberian alkohol asam 3% adalah meluruhkan warna dari carbol fuchsin, tetapi pada golongan BTA tidak terpengaruh pemberian alkohol asam 0,3% karena memiliki lapisan lipid yang sangat tebal sehingga alkohol sukar menembus dinding sel bakteri tersebut dan warna merah akibat pemberian carbol fuchsin tidak hilang. Tujuan pemberian methylen blue adalah memberi warna background. (Pelczar dan Chan, 1988)

Mewarnai bakteri yang tahan terhadap asam digunakan cara pewarnaan Zuhl Neelsen. Pewarnaan Zuhl Neelsen terdapat beberapa perlakuan dan zat kimia yang diberikan. Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri tetapi tidak mengubah struktur sel bakteri. Perlakuan pencucian dengan menggunakan aquades mengalir bertujuan untuk menutup kembali lemaknya. (Pelczar dan Chan, 1988)

Pewarnaan Zuhl Neelsen akan menampakkan bakteri tahan asam yang berwarna merah dengan latar berwarna biru. Bakteri tahan asam akan mempertahankan warna pertama yang diberikan. Hasil yang didapat adalah terdapatnya bakteri tahan asam. Teknik pewarnaan khusus itu disebut juga pewarnaan tahan asam, mula-mula dikembangkan oleh Paul Ehrlich pada tahun 1882 ketika meneliti M.tuberculosis. (Depkes RI, 1997)

Prosedur pewarnaan yang umum digunakan pada masa kini merupakan hasil perbaikan teknik Ehrlich yang asli, yaitu pewarna Zuhl Neelsen, dinamakan menurut kedua orang peneliti yang mengembangkannya pada akhir 1800-an. Prosedur ini menggunakan pewarna utama dengan pemanasan, dan biru metilena Loeffler sebagai pewarna tandingan. Modifikasi teknik ini yang berkembang kemudian, perlakuan panas diganti dengan penggunaan pembasah (suatu deterjen untuk mengurangi tegangan permukaan lemak) untuk menjamin penetrasi, pewarna yang mengandung bahan pembasah ini disebut pewarna Kinyoun. (Hadioetomo, 1993)

Sekali sitoplasma terwarnai, maka sel-sel organisme seperti mikobakteri menahan zat warna tersebut dengan erat, artinya tidak terpucatkan sekalipun oleh zat yang bersifat keras seperti asam alkohol (yaitu 3% HCL dalam etanol 95%). Alkohol asam ini merupakan pemucat yang sangat intensif dan jangan dikelirukan dengan alkohol-aseton yang banyak digunakan dalam prosedur pewarnaan Gram. Kondisi pewarnaan ini, organisme yang dapat menahan zat warna itu dikatakan tahan asam dan tampak merah. Bakteri biasa yang dindingnya tidak bersifat terlampau lipoidal, pewarna karbol fuksin yang mewarnai sel dapat dengan mudah dipucatkan oleh alkohol-asam dan karenanya dikatakan tak tahan asam. Tercucinya karbol fuksin dapat diperagakan oleh terserapnya pewarna tandingan biru metilen oleh sel, sehingga bakteri tersebut tampak biru. (Hadioetomo, 1993)


C. Pengecatan LPCB

Pengecatan jamur adalah dengan menggunakan teknik pengecatan LPCB (Lactopenol Conten Blue). Dengan teknik ini, maka jamur yang diamati akan tampak berwarna hijau kebiru-biruan. Hal ini dikarenakan spora secara sederhana bisa dilihat sebagai badan intraseluler pada suspensi . Sel yang tidak diwarnai sebagai area tidak berwarna dalam sel yang diwarnai dengan metode konvensional. Dinding spora relative impermeable tetapi zat pewarna dapat dibuat menembusnya dengan pemanasan preparat. Sifat impermeable ini juga bisa menghambat dekolorisasi spora pada tahap pemberian alkohol yang biasanya cukup untuk dekolorisasi sel vegetative. Bentuk dan warna spora ini dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengidentifikasi jamur. (Fardiaz, 1987)

Penggunaan Lactophenol Biru Stain dalam memberi warna pada jamur dan memungkinkan spesimen untuk dapat dengan mudah divisualisasikan dengan mikroskop. Lactophenol Cotton Blue (LPCB) adalah metode yang paling banyak digunakan dalam pewarnaan dan mengamati jamur. Komposisi dari Lactophenol Cotton Blue yaitu kristal, cotton blue 0,075 gr berfungsi untuk memberi warna pada sel kapang, asam laktat 20 ml yang berfungsi untuk menjernihkan latar belakang dan mempertajam struktur kapang, gliserol 40 ml berfungsi menjaga fisiologi sel dan menjaga sel terhadap kekeringan, kristal fenol dan air panas 70oC untuk membunuh jamur, serta air suling 40 ml. (Astrid dan Leck, 1999)

Pengecatan LPCB dilakukan dengan menempatkan alkohol 70% pada objek glass. Merendam spesimen / bahan dalam alkohol. Menambahkan satu atau paling banyak dua tetes mountant lactophenol sebelum alkohol menguap. Memegang coverslip antara jari telunjuk dan ibu jari, menyentuh pada satu sisi dari setetes mountant dengan tepi coverslip dan bawah dengan lembut, menghindari gelembung udara. Sediaan sekarang siap untuk diperiksa. (Astrid dan Leck, 1999)


METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Pengecatan Gram

a. Alat :
1) Mikroskop cahaya
2) Osse
3) Lampu spirtus
4) Korek api
5) Tisu
6) Pipet
7) Objek glass
8) Penjepit

b. Bahan :
1) Sputum (dahak)
2) Carbol gentian violet (gram A)
3) Lugol (gram B)
4) Alkohol 96 % (gram C)
5) Air fuchsin (gram D)
6) Air
7) Minyak immersi


2. Pengecatan Zuhl Neelsen

a. Alat :
1) Mikroskop cahaya
2) Osse
3) Lampu spirtus
4) Korek api
5) Tisu
6) Pipet
7) Objek glass
8) Penjepit

b. Bahan :
1) Sputum (dahak)
2) Carbol fuchsin (Zn A)
3) Alkohol asam (Zn B)
4) Methilen biru (Zn C)
5) Air
6) Minyak immersi


3. Pengecatan Lactopenol Conten Blue (LPCB)

a. Alat :
1) Mikroskop cahaya
2) Osse
3) Lampu spirtus
4) Korek api
5) Pipet
6) Objek glass
7) Diks glass

b. Bahan :
1) Jamur
2) Cat LPCB


 B. Skema kerja

1. Pengecatan Gram

Alat dan bahan disiapkan

Lampu spirtus dinyalakan

Osse dipanaskan sampai merah membara

Sputum diambil dengan osse sebanyak 10 mata osse, sputum diletakkan di objek glass yang telah dibersihkan

Preparat dicat dengan gram C sampai larut, lalu dicuci dengan air

Preparat dicat dengan gram A, ditunggu (± 1 menit), dibuang catnya

Preparat dicat dengan gram B, ditunggu (± 1 menit), dibuang catnya

Preparat dicat dengan gram D, ditunggu (± 1 menit), dibuang catnya, lalu dicuci dengan air

Sputum difeksasi di atas api sampai melekat kering

Diberi minyak immersi, diamati dengan mikroskop, dan digambar jika ada kuman

Preparat dikeringkan dengan tisu



2. Pengecatan Zuhl Neelsen

Lampu spirtus dinyalakan
Osse dipanaskan sampai merah membara

Sputum diambil dengan osse sebanyak 10 mata osse

Alat dan bahan disiapkan

Sputum difeksasi di atas api sampai melekat kering

Sputum diletakkan di objek glass yang telah dibersihkan

Preparat dicat dengan Zn C, ditunggu (± 1 menit), lalu dicuci dengan air

Didekolorisasi dengan Zn B sampai bersih dan dicuci dengan air

Preparat dicat dengan Zn A, dipanaskan hingga menguap tetapi tidak mendidih ± 3 menit

Preparat dikeringkan dengan tisu

Diberi minyak immersi, diamati dengan mikroskop, dan digambar jika ada kuman



3. Pengecatan Lactopenol Conten Blue (LPCB)

Alat dan bahan disiapkan

Lampu spirtus dinyalakan

Osse dipanaskan sampai merah membara

Jamur diambil dengan osse sebanyak 1 mata osse

Diberi cat LPCB kemudian ditutup dengan diks glass

Diamati dengan mikroskop dan digambar jika ada jamur

Jamur diletakkan di objek glass yang telah dibersihkan



PEMBAHASAN

Pembahasan

             Dari hasil pengamatan dengan menggunakan teknik pewarnaan gram yang dilakukan ternyata terdapat berbagai bakteri yang ada di dalam preparat yang telah dibuat. Ditemukan bakteri Vibrio cholerae dengan bentuk seperti koma yang warna dasarnya merah dan warna latarnya biru keunguan. Jika dikaitkan dengan teori di atas, ini menunjukkan bahwa bakteri ini termasuk ke dalam bakteri gram negatif.

            Dan juga ditemukan bakteri tahan asam yang berwarna merah dan dasarnya berwarna ungu serta termasuk bakteri gram positif. Tetapi menurut teori, untuk menemukan bakteri tahan asam ini digunakan teknik pengecatan Zuhl Nelseen, namun dalam pengamatan tersebut bakteri ini ditemukan di dalam teknik pengecatan gram. Hal ini terjadi mungkin disebabkan karena ketelitian pengamat dalam mengamati preparat dengan teknik pengecatan gram ini masih kurang, sehingga bentuk bakteri tahan asam dianggap ada dalam preparat.

            Pengamatan yang menggunakan teknik pengecatan Zuhl Nelseen digunakan untuk mendiagnosa adanya bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan penyakit TBC. Dan hasil yang didapat adalah ditemukan adanya bakteri. Menurut teori, jika sampel sputum yang diambil terdapat bakteri Mycobacterium tuberculosis, maka bakteri ini akan berwarna merah dengan latar berwarna biru dan seseorang yang diambil sputumnya ini menderita TBC. Namun kami meragukan bakteri yang nampak tersebut merupakan Mycobacterium tubercolosis, mengingat pemberi dahak yang sekaligus teman kami tidak mengidap TBC. Sehingga saya berpendapat, warna merah yang tampak pada pengamatan mikroskop memang kuman gram negatif, tapi bukan Mycobacterium tubercolosis

            Untuk pengamatan yang terakhir ini, digunakan teknik pengecatan LPCB dengan bahan percobaan utamanya adalah jamur. Hasil yang didapat adalah berupa gambar jamur yang mempunyai spora dengan warna hijau kebiruan ataupun hijau muda. Hal ini dikarenakan spora secara sederhana bisa dilihat sebagai badan intraseluler pada suspensi . Sel yang tidak diwarnai sebagai area tidak berwarna dalam sel yang diwarnai dengan metode konvensional. Dinding spora relative impermeable tetapi zat pewarna dapat dibuat menembusnya dengan pemanasan preparat. Sifat impermeable ini juga bisa menghambat dekolorisasi spora pada tahap pemberian alkohol yang biasanya cukup untuk dekolorisasi sel vegetative.

            Dalam pengamatan dengan teknik ini harus dilakukan dengan sangat teliti agar tidak terjadi penyimpangan dalam hasil pengamatan. Penyimpangan yang sering terjadi misalnya, terlalu banyak dalam meneteskan cat LPCB akan mengakibatkan cat akan meluas pada bidang di objek glass setelah ditutup dengan diks glass. Dan juga jika masih ada sisa dari cat LPCB yang kurang kering saat dibesihkan dengan tisu. Hal ini akan menyulitkan dalam pengamatan di bawah mikroskop, jamur yang seharusnya bisa diamati tidak ditemukan. Cat LPCB ini juga akan mengenai lensa mikroskop, sehingga yang terlihat di bawah mikroskop hanyalah warna dari dasar preparat saja.



PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari praktikum tentang pengecatan kuman dapat disimpulkan bahwa :

1. Pengecatan kuman dilakukan dengan berbagai teknik, yaitu pengecatan gram, pengecatan Zuhl Nelseen, dan pengecatan LPCB.

2. Pengecatan gram dan pengecatan Zuhl Nelseen digunakan untuk mengetahui bentuk bakteri. Sedangkan pengecatan LPCB digunakan untuk mengetahui bentuk jamur.

3. Pengecatan gram menggunakan cat gram A, gram B, gram C, dan gram D.

4. Pengecatan Zuhl Nelseen menggunakan cat Zn A, Zn B, dan Zn C. sedangkan pengecatan LPCB hanya menggunakan cat LPCB saja.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan kuman, yaitu fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup.


B. Saran

Dalam praktikum Mikrobiologi ini, berbagai cara pengecatan untuk mengetahui jenis bakteri dan jamur telah dipelajari dan juga sekaligus telah menambah wawasan. Terkait dengan hal tersebut, dapat diajukan beberapa saran, antara lain :

1. Laboratorium perlu menyediakan saluran listrik cadangan agar ketika listrik padam tidak mengganggu proses praktikum karena pengamatan ini memerlukan mikroskop cahaya.

2. Laboratorium perlu menyediakan alat dan bahan secara lengkap dan merata agar seluruh kelompok dapat mengamati hasil pengecatannya dan tidak perlu meminjam alat dan bahan dari kelompok lain.

3. Praktikan harus bisa mengamati bakteri dan jamur yang telah diberi cat melalui mikroskop dengan teliti agar hasil dari pengamatan tidak menyimpang.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, N. 1990. Diagnostik Tuberkulosis Paru dan Penanggulangannya. Jakarta : Universitas Indonesia


Astrid, Leck. 1999. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1706009/. Diakses pada 24 Mei 2012


Chan, E.C.S and Pelczar Michael, J. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Jakarta : UI Press.


Chan, E.C.S and Pelczar Michael, J. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi 2. Jakarta : UI Press.


Depkes RI, 1997. Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan Penanggulangannya. Jakarta : Dirjen P2M dan PLP.


Depkes RI, 2001. Faktor Budaya Malu Hambat Pencegahan Penyakit Tuberkulosis. Jakarta : Media Indonesia.


Dwidjoseputro, D. 1990. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan.


Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan.


Entjang, T. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi. Bandung : PT Citra aditya Bakti.


Fardiaz, S. 1987. Fisiologi Fermentasi. IPB : PAU.


Hadioetomo, Ratna Sri. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta : Gramedia.


Kusnadi, dkk. 2003. Mikrobiologi (Common Teksbook). Biologi FPMIPA UPI :


IMSTEP.


Kusnindar, 1990. Masalah Penyakit Tuberkulosis dan Pemberantasannya di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. No. 63 hal. 8 –12.


Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : PT Raga Grafindo Persada.


Syahrurachman, dkk. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : UI Press.


Syamsuri. I. 2000. Biologi. Jakarta : Erlangga.


Subandi. 2009. Dasar-dasar Mikrobiologi. Bandung : Gunung Djati Press.


Tjandra Y. A. 1994. Masalah Tuberkulosis Paru dan Penanggulangannya. Jakarta : Universitas Indonesia.


Volk, Wesley A dan Margareth F. Wheeler. 1998. Mikrobiologi Dasar Jilid I. New York : Wesky-Publishing Company.


Waluyo, lud. 2010. Buku Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press.


Waluyo, L. 2004. Mirobiologi Umum. Malang : UMM Press.


Wijayanti, Sari. 2009. Identifikasi dan Pemeriksaan Jumlah Total Bakteri Susu Sapi Segar dari Koperasi Unit Desa di Kabupaten Boyolali. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar