Selasa, 15 Mei 2012

Andaikan akulah Diponegoro saat ini....

Jika Akulah Diponegoro Saat Ini...

Pangeran Diponegoro adalah pahlawan nasional sekaligus pejuang kemerdekaan, juga seorang tokoh agama Islam terkemuka di Pulau Jawa. Nama besarnya hingga kini masih melekat sebagai nama Universitas Negeri di Semarang yakni universitas kita, Universitas Diponegoro. Namanya juga diabadikan menjadi nama jalan-jalan protokol di berbagai kota besar Indonesia, nama taman dan lain sebagainya.
Di lahirkan pada 11 November 1785 Masehi, sosok Pangeran Diponegoro sangat berarti bagi bangsa Indonesia, beliau merupakan salah satu dari banyak pejuang yang dahulu ikut memperjuangkan dan berusaha merebut serta mengembalikan kembali martabat bangsa Indonesia dari genggaman penjajah tepatnya pada masa kolonial Belanda. Pangeran Diponegoro memiliki peran yang sangat penting pada masa perjuangannya bagi bangsa Indonesia. Perjuangan beliau populer dengan sebutan Perang Diponegoro atau perang Jawa yang berlangsung antara tahun 1825 sampai 1830. Perang Diponegoro adalah perlawanan terbesar di Pulau Jawa semasa kolonial Belanda.

Tidak heran apabila ideologi politik dan sejarahnya menjadi sumber atas dasar dan martabat dari bangsa Indonesia. Namun di era globalisasi sekarang, semangat perjuangan semakin luntur dikarenakan bergesernya nilai-nilai perjuangan. Yang ada sekarang kebanyakan orang lebih mengedepankan kepentingan pribadi ataupun golongan. Sikap yang di terapkan oleh Pangeran Diponegoro juga belum sepenuhnya dapat di hayati serta di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
purworejo-cokronagoro.blogspot.com
Selaku mahasiswa, terutama mahasiswa di Unversitas dibawah naungan nama “Diponegoro”, perjuangan memang sudah “sedikit” terlihat. Kenapa saya katakan sedikit? Karena memang hanya sedikit perjuangan kaum muda yang memang sepenuhnya membela kebenaran, menyampaikan aspirasi rakyat maupun memang mendasari perjuangan bangsa. Kebanyakan mahasiswa melakukan aksi, demontrasi dan beragam kegiatan lapangan lain karena terbawa arus, kepentingan politik dan hanya sekedar “meramaikan” ranah permasalahan di Indonesia. Lalu, bagaimanakah jika Pangeran Diponegoro selaku salah satu pahlawan yang turut membela Indonesia melihat kondisi negara dan keadaan mahasiswa saat ini?
Dalam kacamata saya, seandainya sayalah Pangeran Diponegoro yang hidup di zaman seperti sekarang ini, saya ingin melakukan 4 hal, antara lain:

1.   Mengadakan revolusi besar-besaran dan menyeluruh terhadap pola pikir pemuda terutama mahasiswa
Selama ini mahasiswa selaku mengedepankan pola pikir yang kritis. Hal tersebut benar, pola pikir kritis sangat diperlukan terutama apabila keadaan negara tidak stabil seperti sekarang. Namun yang terjadi selama ini mahasiswa salah mempersepsikan apa itu kritis dan anarkis. Masyarakat seakan “kenyang” dengan liputan demonstrasi mahasiswa yang seringkali justru merusak fasilitas umum, menghancurkan sarana prasarana pemerintah, membuat masyarakat khawatir bahkan takut, juga mengganggu jalannya aktivitas masyarakat dengan adanya blokade dan pemenuhan badan jalan meskipun banyak pula beberapa kasus pengecualian karena tidak sedikit pula mahasiswa yang menyuarakan aspirasi dalam jalan damai.

Ada yang perlu dibenahi dalam pola pikir mahasiswa yang seperti ini. Walaupun memang mereka memberikan kritisi terhadap apapun permasalahan dan keputusan yang diambil pemerintah, namun seharusnya mereka mampu mengkritisi diri mereka sendiri sebelum menuntut perubahan organisasi maupun sistem pelaksanaan. Selama ini tidak sedikit masyarakat yang mengeluhkan banyaknya mahasiswa yang terlalu idealis dan cenderung tidak mau menerima kritik dan saran sari orang lain. Maka apa yang seharusnya terbentuk dalam pola pikir pemuda terutama mahasiswa adalah kemampuan mereka dalam melihat dan memperbaiki keadaan diri sendiri. Segala sesuatu dimulai dari diri sendiri, dan hal besar pun dimulai dari sesuatu yang kecil.

2.      Mengobarkan api perjuangan yang berbasis intelegensi, etika, aspirasi, dan  antusiasme
Pemuda adalah tonggak harapan bagi masa depan Indonesia. Namun tidak sembarang pemuda masuk dalam kategori “harapan bangsa”. Pemuda yang berwawasan luas, memiliki intelegensi dan ide yang kreatif, serta tidak melupakan etika ketimuran adalah cermin pemuda impian.

Perjuangan dalam membela aspirasi rakyat dan keadilan bagi semua golongan seperti yang selama ini disuarakan mahasiswa harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa mereka memang benar-benar ada untuk maju bersama rakyat. Dengan keseragaman persepsi antara rakyat dan mahasiswa, hal tersebut akan menciptakan keselarasan hubungan kaum muda dan kaum tua. Kaum muda yang intelek, antusias dalam memperjuangkan hal rakyat, tetapi tetap dalam jalur etika masyarakat adalah cita-cita pahlawan kita, Pangeran Diponegoro.

3.   Memperdalam naluri keagamaan dan kerakyatan pada tiap mahasiswa selaku kaum terpelajar, juga kepada pemuda non kampus baik pengangguran atau pekerja
“Science without religion is blind, religion without science is lame”, begitulah pepatah yang kerap digunakan dalam filsafat ilmu dan agama. Namun pepatah tersebut memang benar adanya. Sepandai-pandainya kaun muda Indonesia, jika tidak memiliki basic agama yang luhur, hal tersebut merupakan nol besar. Tengoklah negeri tetangga, yakni Cina. Ditengah naiknya perekonomian dan banyaknya pemuda cerdas dalam hal elektro dan permesinan, kasus apatisme rakyat pun seringkali “menggelitik” news item di jaringan maya. Hal ini tidak bisa dibiarkan karena memang ada korelasi antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum secara positif. Jika pemuda Indonesia mampu lepas dari predikat “agama KTP”, maka kepekaan sosial dan naluri kemanusiaannya akan menunjang perjalanannya dalam memberi perubahan dan meluruskan permasalahan di Indonesia.

4.   Memberi ketegasan pada pemerintah tentang hubungan antara rakyat dan negara.
Negara dibangun atas dua elemen, yakni rakyat dan pemerintah. Otomatis dua hal tersebut haruslah berjalan beriringan dan seimbang. Tidak ada kata berat sebelah, ataupun ada salah satu yang diuntungkan.

Namun yang terjadi selama ini adalah pemerintah seolah berjalan sendiri dalam mengatur negara. Padahal sebenarnya, rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi di Indonesia. Disinilah tugas pemuda untuk menjadi fasilitator dan mediator dalam menyampaikan segala keluh kesah rakyat. Dan peran pemuda pula yang seharusnya memberi ketegasan pada pemerintah bahwa seharusnya rakyat ikut serta membangun negara. Langkah yang terpelajar, keluwesan dalam mengontrol emosi serta pikiran cerdas yang kritis merupakan kewajiban modal yang seharusnya dimiliki setiap pemuda selaku pemegang masa depan Indonesia.

Itulah empat hal yang akan saya lakukan selaku Pangeran Diponegoro “modern”. Perubahan tanpa konsep sama saja menghancurkan sistem itu sendiri. Jika kita ingin mengubah keadaan Indonesia, maka hal tersebut tidak bisa nyata terlihat hasilnya dalam tiga atau empat tahun, namun semuanya bertahap. Dalam perubahan inilah diperlukan kecermatan, kesabaran dan kontrol yang baik dari berbagai pihak, terutama kaum muda. Dan jika kita ingin melahirkan Diponegoro- Diponegoro yang baru, maka perombakan mindset pemuda merupakan kewajiban agar semua pihak mampu berjalan beriringan dalam membangun Indonesia. //alphiee-s/LKMM DASAR FKM UNDIP 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar