Jika
Akulah Diponegoro Saat Ini...
Pangeran Diponegoro adalah pahlawan
nasional sekaligus pejuang kemerdekaan, juga seorang tokoh agama Islam
terkemuka di Pulau Jawa. Nama besarnya hingga kini masih melekat sebagai nama
Universitas Negeri di Semarang yakni universitas kita, Universitas Diponegoro.
Namanya juga diabadikan menjadi nama jalan-jalan protokol di berbagai kota
besar Indonesia, nama taman dan lain sebagainya.
Di lahirkan pada 11 November 1785 Masehi, sosok
Pangeran Diponegoro sangat berarti bagi bangsa Indonesia, beliau merupakan
salah satu dari banyak pejuang yang dahulu ikut memperjuangkan dan berusaha
merebut serta mengembalikan kembali martabat bangsa Indonesia dari genggaman
penjajah tepatnya pada masa kolonial Belanda. Pangeran Diponegoro memiliki
peran yang sangat penting pada masa perjuangannya bagi bangsa Indonesia. Perjuangan
beliau populer dengan sebutan Perang Diponegoro atau perang Jawa yang
berlangsung antara tahun 1825 sampai 1830. Perang Diponegoro adalah perlawanan
terbesar di Pulau Jawa semasa kolonial Belanda.
Tidak heran apabila ideologi politik dan sejarahnya
menjadi sumber atas dasar dan martabat dari bangsa Indonesia. Namun di era
globalisasi sekarang, semangat perjuangan semakin luntur dikarenakan
bergesernya nilai-nilai perjuangan. Yang ada sekarang kebanyakan orang lebih
mengedepankan kepentingan pribadi ataupun golongan. Sikap yang di terapkan oleh
Pangeran Diponegoro juga belum sepenuhnya dapat di hayati serta di terapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
purworejo-cokronagoro.blogspot.com |
Dalam kacamata saya, seandainya sayalah Pangeran
Diponegoro yang hidup di zaman seperti sekarang ini, saya ingin melakukan 4
hal, antara lain:
1. Mengadakan revolusi besar-besaran
dan menyeluruh terhadap pola pikir pemuda terutama mahasiswa
Selama ini mahasiswa selaku
mengedepankan pola pikir yang kritis. Hal tersebut benar, pola pikir kritis
sangat diperlukan terutama apabila keadaan negara tidak stabil seperti
sekarang. Namun yang terjadi selama ini mahasiswa salah mempersepsikan apa itu
kritis dan anarkis. Masyarakat seakan “kenyang” dengan liputan demonstrasi
mahasiswa yang seringkali justru merusak fasilitas umum, menghancurkan sarana
prasarana pemerintah, membuat masyarakat khawatir bahkan takut, juga mengganggu
jalannya aktivitas masyarakat dengan adanya blokade dan pemenuhan badan jalan
meskipun banyak pula beberapa kasus pengecualian karena tidak sedikit pula
mahasiswa yang menyuarakan aspirasi dalam jalan damai.
Ada yang perlu dibenahi dalam pola
pikir mahasiswa yang seperti ini. Walaupun memang mereka memberikan kritisi terhadap
apapun permasalahan dan keputusan yang diambil pemerintah, namun seharusnya
mereka mampu mengkritisi diri mereka sendiri sebelum menuntut perubahan
organisasi maupun sistem pelaksanaan. Selama ini tidak sedikit masyarakat yang
mengeluhkan banyaknya mahasiswa yang terlalu idealis dan cenderung tidak mau
menerima kritik dan saran sari orang lain. Maka apa yang seharusnya terbentuk
dalam pola pikir pemuda terutama mahasiswa adalah kemampuan mereka dalam
melihat dan memperbaiki keadaan diri sendiri. Segala sesuatu dimulai dari diri
sendiri, dan hal besar pun dimulai dari sesuatu yang kecil.
2. Mengobarkan api perjuangan yang
berbasis intelegensi, etika, aspirasi, dan antusiasme
Pemuda adalah tonggak harapan bagi
masa depan Indonesia. Namun tidak sembarang pemuda masuk dalam kategori
“harapan bangsa”. Pemuda yang berwawasan luas, memiliki intelegensi dan ide
yang kreatif, serta tidak melupakan etika ketimuran adalah cermin pemuda
impian.
Perjuangan dalam membela aspirasi
rakyat dan keadilan bagi semua golongan seperti yang selama ini disuarakan
mahasiswa harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa mereka memang benar-benar ada
untuk maju bersama rakyat. Dengan keseragaman persepsi antara rakyat dan
mahasiswa, hal tersebut akan menciptakan keselarasan hubungan kaum muda dan
kaum tua. Kaum muda yang intelek, antusias dalam memperjuangkan hal rakyat,
tetapi tetap dalam jalur etika masyarakat adalah cita-cita pahlawan kita,
Pangeran Diponegoro.
3. Memperdalam naluri keagamaan dan
kerakyatan pada tiap mahasiswa selaku kaum terpelajar, juga kepada pemuda non
kampus baik pengangguran atau pekerja
“Science without religion is blind,
religion without science is lame”, begitulah pepatah yang kerap digunakan dalam
filsafat ilmu dan agama. Namun pepatah tersebut memang benar adanya.
Sepandai-pandainya kaun muda Indonesia, jika tidak memiliki basic agama yang
luhur, hal tersebut merupakan nol besar. Tengoklah negeri tetangga, yakni Cina.
Ditengah naiknya perekonomian dan banyaknya pemuda cerdas dalam hal elektro dan
permesinan, kasus apatisme rakyat pun seringkali “menggelitik” news item di jaringan maya. Hal ini
tidak bisa dibiarkan karena memang ada korelasi antara pengetahuan agama dan
pengetahuan umum secara positif. Jika pemuda Indonesia mampu lepas dari
predikat “agama KTP”, maka kepekaan sosial dan naluri kemanusiaannya akan
menunjang perjalanannya dalam memberi perubahan dan meluruskan permasalahan di
Indonesia.
4. Memberi ketegasan pada pemerintah
tentang hubungan antara rakyat dan negara.
Negara dibangun atas dua elemen, yakni
rakyat dan pemerintah. Otomatis dua hal tersebut haruslah berjalan beriringan
dan seimbang. Tidak ada kata berat sebelah, ataupun ada salah satu yang
diuntungkan.
Namun yang terjadi selama ini adalah
pemerintah seolah berjalan sendiri dalam mengatur negara. Padahal sebenarnya,
rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi di Indonesia. Disinilah tugas
pemuda untuk menjadi fasilitator dan mediator dalam menyampaikan segala keluh
kesah rakyat. Dan peran pemuda pula yang seharusnya memberi ketegasan pada
pemerintah bahwa seharusnya rakyat ikut serta membangun negara. Langkah yang
terpelajar, keluwesan dalam mengontrol emosi serta pikiran cerdas yang kritis
merupakan kewajiban modal yang seharusnya dimiliki setiap pemuda selaku
pemegang masa depan Indonesia.
Itulah empat hal yang akan saya lakukan selaku
Pangeran Diponegoro “modern”. Perubahan tanpa konsep sama saja menghancurkan
sistem itu sendiri. Jika kita ingin mengubah keadaan Indonesia, maka hal
tersebut tidak bisa nyata terlihat hasilnya dalam tiga atau empat tahun, namun
semuanya bertahap. Dalam perubahan inilah diperlukan kecermatan, kesabaran dan
kontrol yang baik dari berbagai pihak, terutama kaum muda. Dan jika kita ingin
melahirkan Diponegoro- Diponegoro yang baru, maka perombakan mindset pemuda merupakan kewajiban agar
semua pihak mampu berjalan beriringan dalam membangun Indonesia. //alphiee-s/LKMM
DASAR FKM UNDIP 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar